Jumat, 27 Agustus 2010

Baca Novel pada Bulan Ramadhan

Pertanyaan

Ustd bgmn hukumnx kalo qt bc novel it tdk bleh krn novel mmbwt qt brkhayl krn memng yg qt bc adlh khyalan pengarng aj, mhn d jelskn dg dalil kalo ad ustd (ayat-hadst)

Jawaban

Sebenarnya tidak bisa dihukumi mutlak bahwa seluruh hayalan itu tercela dan terlarang. Hal itu bergantung kapan, dimana dan hal apa yang dikhayalkan. Adapun cerita khayalan (fiksi) seperti dalam novel para ulama berbeda pendapat. Dalam fatwa Lajnah Daimah lil Buhuts al-‘Ilmiyah wal Ifta’ nomor 6252 menjawab pertanyaan; bolehkah menyusun suatu cerita fiksi (khayalan) dimana realitas yang diceritakan adalah bohong, kemudian disajikan untuk anak-anak untuk diambil pelajaran (ibroh)? Maka dijawab bahwa menulis cerita-cerita dusta hukumnya haram. Dalam kisah-kisah Al-Quran dan hadis Nabi dan selainnya terdapat kisah-kisah nyata yang cukup untuk dijadikan ibrah dan nasehat keteladanan yang baik.
Sementara itu, para ulama lain misalnya Syaikh Muhammad bin Sholeh al-Utsaimin dalam “Liqo’at al-bab al-Maftuh 9/164, ditanya tentang kisah-kisah hayalan dan didramakan, beliau menjawab: Menurut saya, jika cerita-cerita tersebut menjelaskan solusi permasalahan dan tidak terkait dengan individu tertentu sehingga dapat kita nilai bahwa itu kedustaan (terhadap orang itu), maka cerita-cerita itu tidak mengapa (la ba’sa), karena hal itu hanya suatu perumpamaan untuk diambil i’tibarnya. Maka hal ini tidak apa-apa (boleh)”. Pendapat senada difatwakan oleh Syaikh ‘Atiyah Shaqr (Fatawa al-Azhar 10/260, Mei 1997 ) dan lihat pula fatwa DR. Abdullah al-Faqih (Markaz al-fatawa nomor 51864, Al-Maktabah Asy-Syamilah).
Jika merujuk penjelasan DR. Abdullah al-Faqih bahwa kedustaan adalah memberitakan tentang sesuatu yang menyelisihi realitas yang sebenarnya terjadi, padahal yang membawa berita tahu keadaan sebenarnya (memutarbalikkan fakta) dan dia sengaja melakukannya. Maka kita katakan, cerita dalam novel islami misalnya hanyalah cerita perumpamaan kehidupan dan bukan suatu berita/riwayat yang dapat dinilai sebagai kabar dusta atau kabar benar. Dalam ‘urf (kebiasaan umum), cerita novel fiksi telah dimaklumi publik sebagai khayalan pengarangnya. Ketika membaca novel fiksi, pembacanya sadar bahwa yang dibacanya adalah imajinasi pengarangnya dan dia tidak merasa bahwa itu adalah kedustaan dan penipuan pengarang atas dirinya. Kecuali, pengarangnya menegaskan novelnya sebagai kisah nyata padahal tidak sesuai dengan realita sebenarnya, maka hal ini jelas kedustaan yang dilarang.
Kesimpulannya, tidak mengapa membaca novel selama isinya islami, dan ada hal-hal yang bermanfaat untuk pelajaran/informasi, tidak mengandung hal-hal yang bertentangan aqidah dan syari’at Islam, tidak memutar-balikkan fakta yang sebenarnya, serta tidak untuk tujuan-tujuan buruk dan menyimpang. Walaupun membaca novel islami diperbolehkan, namun, hendaknya tidak berlebihan dan hendaknya memilih aktivitas yang lebih bermanfaat untuk mengisi waktu luang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar